Berbaringlah

Dulu, ketika kau dan aku bersama-sama berlari melintasi taman ini.

Kau tiba-tiba menarik tanganku dan menjatuhkan punggung kita di atas rumput-rumput hijau ini.

Aku yang tak suka kotor dan basah menjadi geram seketika akan tingkah polahmu.

“Berbaringlah”

katamu.

“Aku tak mau.”

teriakku.

“Berbaringlah!”

Pintamu.

“Tidak!”

“Berbaringlah”

“Tidak mau!”

“Berbaringlah! Percayalah padaku!”

Lalu kuingat saat itu. Perasaanku yang melunak. Dan mengikuti ide gilamu. Aku berbaring di atas rumput-rumput hijau yang setengah basah. Mencoba menjauhkan pikiran atas gaun merah jambu ku yang sudah pasti terkena noda.

“Lihatlah awan itu!”

Dan kulihat awan itu bergerak perlahan. Segala hal tidak penting yang memenuhi pikiranku tiba-tiba perlahan hilang. Perasaan damai seketika menghampiri pikiran dan hatiku. Berbaring dan melihat awan adalah salah satu hal terindah yang pernah kualami.

Aku tak akan pernah lupa saat itu. Saat dimana kita melihat awan bersama. Saat dimana aku meyakini, hanya kaulah yang bisa memahamiku.

Namun kini, aku tahu aku yang harus membisikkan padamu.

Berbaringlah sahabatku. Berbaringlah yang tenang, Sayang. Berbaringlah sampai aku menyusulmu pada suatu waktu.

Berbaringlah.

Kini kau bisa melihat awan sepuasmu.